Masyarakat Keluhkan Mahalnya Tarif Tol


Medan-Masyarakat Kota Medan keluhkan mahalnya tarif tol Tanjung Mulia – Sei Rampah yang baru-baru ini mengalami kenaikan tarif.

Tarif jalan yang kehadirannya diharapkan dapat mengurai kemacatan di jalan Medan ke arah Tanjung Morawa – Lubuk Pakam hingga Sergai itu, dinilai sangat mencekik leher bagi para pengguna yang melintas di jalan tol yang baru diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo.

Misalnya saja, seperti dari Tanjung Mulia ke Sei Rampah dikenakan biaya sebesar Rp.50 ribu, Amplas ke Rampah Rp.47 ribu.

Menyahuti keluhan masyarakat ini, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Medan, Jumadi mengungkapkan bahwa tingginya tarif tol tersebut dikarenakan tidak dikelola murni oleh PT. Jasa Marga.

“Kalau dulu, penetapan tarip tol kan berdasarkan kesepakatan dengan DPR. Berapa presentase kenaikan, kapan waktu dinaikan. Itu semua ada tahapan-tahapannya,” ujar politisi PKS dari Komisi II di ruang Komisi II kepada Wartawan, Selasa (7/8/18).

Saat ini, banyak jalan tol yang dikelola pihak ketiga, baik swasta asing maupun swasta dalam negeri. Dengan kondisi ini, tarip yang mereka berlakukan tentu saja mengacu kepada harga tarip standar internasional.

“Pertanyaannya, dengan penetapan tarif tinggi tersebut apakah sudah sesuai dengan kondisi ekonomi kita. Demikian juga dengan kemampuan masyarakat untuk menggunakan tol tersebut,” kata Jumadi yang menjabat Ketua Bidang Kesra DPD PKS Kota Medan ini.

Politisi dari Dapil IV Kota Medan ini lalu mengilustrasikan tarip dari Medan menuju Kampung Pon atau Rampah yang jaraknya sepanjang 42 kilometer. Namun, pengguna jalan tol dikenakan tarip sebesar Rp.41 ribu.

Demikian pula dari Bandara ke Kampung Pon berjarak 42 kilometer, harus membayar Rp.41 ribu. Sementara, jalan tol yang dikelola oleh PT. Jasa Marga dari Tanjung Morawa ke Belawan dengan jarak 32 kilometer, hanya dikenakan Rp.8 ribu.

“Cukup jauh perbedaan tarifnya,” cetusnya.

Menurutnya, keberadaan jalan tol bukan semata-mata bagian dari bisnis. Sebab, jalan tol itu merupakan sarana pelayanan publik untuk digunakan oleh masyarakat banyak. Kemudian, tujuan dibangunnya jalan tol juga untuk mengurai kemacatan lalu lintas di jalan primer, mempercepat transportasi pelayanan darat.

“Dengan mahalnya tarip tersebut akhirnya masyarakat umum enggan melaluinya. Akhirnya tidak berdampak terhadap lalu lintas yang ada di jalan primer, tetap macat. Karena truk-truk dan bus yang menjadi biang dari kemacatan itu juga enggan melalui jalan tol,” sebut anggota Komisi II DPRD Kota Medan.

Dengan tingginya tarif jalan tol, pengusaha truk bahkan supirnya juga punya perhitungan jika melintas di sana. Kalaupun selisih dua jam lebih lambat jika melalui jalan primer, paling tidak para pengusaha dan supir bisa menghemat  biaya pengeluaran.

“Meksipun selisih waktu tempuh sampai dua jam, apabila sekali melintas dikenakan Rp122 ribu, supirnya pasti berpikir, uang sebanyak itu bisa digunakan untuk makan dua hari. Ini jadi pertimbangan rakyat kecil, khususnya supir,” katanya.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.