Banjir Melanda Kota Medan, Bukan Hal Yang Baru


Medan,Banjir melanda Kota Medan akibat derasnya hujan yang disertai angin kencang, Jumat, (5/10/18). Banjir bukan hal baru lagi bagi warga masyarakat yang tinggal di Kota Medan, jika dahulu banjir hanya di alami oleh warga yang tinggal di dekat aliran sungai, namun kini, banjir di Kota Medan sudah meluas ke jalan-jalan bahkan sampai ke tengah kota dan ke perkantoran, perumahan bahkan mall-mall.
Meskipun, Pemerintah Kota Medan sudah melakukan pengorekan drainase di sana-sini, dan perbaikan, namun jika hujan deras turun, Kota Medan tetap saja terendam banjir dan bahkan banjir lebih parah dari perkiraan sebelumnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Medan, Drs.Golfrid E Lubis mengatakan, faktor penyebab Kota Medan terus mengalami banjir disebabkan, Kota Medan tidak memiliki peta drainase, sehingga pengorekan dan pembuatan drainase yang sudah dilakukan tidak bermanfat sama sekali, bahkan, semakin menambah kebanjiran, sebab, antara drainase yang satu dengan lainnya tidak sinkron dan tidak memiliki elevansi (tingkat kemiringan yang disesuaikan dengan letak ketinggian tanah) yang tepat. ” Sebenarnya fungsi drainase itu untuk mengaliri air, menyerap dan menyimpan air,” terang Golfrid melalui selulernya, Jumat, (5/10).
Menurut Golfrid, tidak ada gunanya parit bagus, jika tetap saja banjir. ” Selama ini biaya pembuatan parit (drainase) 80% dan untuk perawatan 20%, seharusnya pembuatan drainase 40% dan perawatannya 60%, sehingga parit dapat tetap terawat, karena sudah sekian lama, kondisi parit (drainase) di Kota Medan rusak dan tidak terawat,” jelasnya.
Menurut Golfrid, pembangunan drainase yang dilakukan di Kota Medan juga terkesan asal selesai, tanpa mempedulikan fungsi drainase sebenarnya, masing-masing pemborong berlomba untuk menyiapkan proyeknya masing-masing, masalah drainase yang satu menyambung dengan yang lain bukan menjadi tanggung jawab mereka, sehingga wajar jika turun hujan, drainase tetap tidak berfungsi.
Anggota Komisi D DPRD Kota Medan ini juga berharap Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera Utara segera mengambil langkah dengan MOU ke pemerintah pusat agar pengorekan terhadap seluruh sungai-sungai segera dilakukan. ” Jika BWS tidak mampu, lebih baik tangggung jawab sungai diserahkan saja ke Pemko Medan,” terangnya.
Pemerintah Kota Medan, tambah Golfrid lagi mesti tegas dengan tidak memberikan izin bagi warga untuk tinggal di dekat pinggir sungai. Sebab, menurut Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai sudah diatur dalam pasal 7 ayat 2 yaitu: “Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang harus dilindungi dan di jaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan”.
Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, juga mengatur tentang standar kriteria perumahan dan permukiman, serta diatur pula ketentuan pidananya, yaitu:
“Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 140, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”.
” Sudah jelas semua di atur dalam Undang-Undang, sehingga kita juga berharap agar warga yang tinggal di bantaran sungai agar tidak dikeluarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) nya, sehingga tidak bisa memiliki Kartu Keluarga,” terangnya.
Tambahnya lagi, batas pemukiman di pinggir sungai adalah 15 meter, namun jika ditembok jaraknya berkisar minimal 5 meter. Sebab, sungai harus memiliki resapan air dan ekosistim lingkungan nya harus tetap terjaga.
” Pemko Medan harus memiliki peta letak drainase, sehingga jika terjadi banjir, maka sudah dapat terus diantisipasi,” terangnya.
Tidak membuang sampah sembarangan
Golfrid juga meminta kesadaran warga masyarakat Kota Medan untuk tidak membuang sampah disembarangan tempat, termasuk tidak membuang sampah ke sungai. Karena, disaat banjir melanda, yang terlihat hanyut dibawa oleh arus sungai adalah sampah-sampah masyarakat.” Jadi percuma jika nanti sungai di korek, namun, masyarakat tetap saja masih mau membuang sampah di sungai,”pungkasnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.